HABAR BANUA –
BATULICIN. Kunjungan Kerja Kelapangan DPRD Kalsel Komisi III Bidang Pembangunan
dan Infrastruktur mengecek pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, wilayah timur
provinsi Kalsel ini, Jumat (10/3) disambut baik LSM LEKEM
KALIMANTAN.
“Sesuai tugas dan
fungsi legislatif juga membidangi pertambangan dan energi, kami perlu mengecek,
terutama berkaitan persiapan dan kesiapan serah terima kewenangan urusan sektor
tersebut kepada Pemerintah Provinsi Kalsel,” ujar Sekretaris
Komisi III DPRD Kalsel Riswandi.
Menurutnya,
sebagaimana amanat Undang Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, ada beberapa urusan dengan kewenangan pengelolaan
beralih dari pemkab/pemkot kepada pemprov, antara lain sektor pertambangan.
“Sebagimana isi UU
23 Tahun 2014 itu pula, serah terima pengelolaan dari sejumlah urusan tersebut
pada 2017 ini,” ujar anggota DPRD Kalsel tiga periode dari Politisi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS).
Selanjutnya
Riswandi berharap, sejak awal persiapan hingga setelah serah terima sektor
pertambangan tersebut dari Pemkab Tanah Bumbu kepada Pemprov Kalsel tidak ada
masalah. Karena itu, Komisi
III DPRD Kalsel yang membidangi pertambangan dan energi perlu pengecekan
lapangan terkait serah terima kewenangan pengelolaan sektor tambang tersebut,
katanya pula.
Begitu pula
kabupaten lain di Kalsel selama ini juga mengelola pertambangan agar mulai
persiapan hingga setelah serah terima kepada pemprov setempat tidak ada
permasalahan mendasar, kata Riswandi.
Provinsi Kalsel
dari 13 kabupaten/kota hampir semua memiliki potensi pertambangan, terutama
batubara, terkecuali Kota Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala
dan Kabupaten Hulu Sungai Utara belum terdeteksi secara rinci batubaranya. Namun dari semua
kabupaten yang memiliki tambang batubaru, hanya Kabupaten Hulu Sungai Tengah
tidak terdapat kegiatan pertambangan untuk jenis tambang tersebut, kecuali
galian C, seperti batu gunung, batu kerikil dan pasir.
Sedangkan di
kabupaten lain menurut Riswandi, terdapat berbagai perusahaan pertambangan batubara, yaitu
Kabupaten Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Banjar,
Tanah Laut,
Tanah Bumbu, dan Kabupaten Kotabaru.
Sementara itu
Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan(LEKEM KALIMANTAN)
Aspihani Ideris menyambut baik atas kunjungan Komisi III DPRD Kalsel ke daerah
tambang batubara, “Kita berharap DPRD Kalsel harus jeli melihat dari aktivitas
pertambangan, tentunya dibidang reklamasi,” katanya.
Menurut Aspihani
selama ini kurang kesadaran para pengusaha mengenai aspek lingkungan acapkali
menjadi ciri khas dalam kegiatan pertambangan di banua ini, khususnya di sektor
penambangan batubara, sehingga akan menjadi carut marut dibuatnya. Hal ini
dapat kita buktikan ratusan ribu hektar bekas wilayah KP (Kuasa
Pertambangan) di penjuru banua terbengkalai dan rusak pasca aktivitas
pertambangan oleh perusahaan tambang yang yang tidak pernah merasa bersalah. "Hasil investigasi
yang kami lakukan di beberapa daerah di banua ini, bukan hanya kegiatan
penambangan liar (tanpa izin) saja yang sering menimbulkan kerusakan
lingkungan, kegiatan penambangan dengan izin lengkappun tidak luput dari hal
serupa," ujar Aspihani.
Akibat dari semua
itu, jelas mengancam kelestarian lingkungan disekitarnya, karena berdampak pada
penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan
sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan
fauna, terganggunya kesehatan masyarakat, serta perubahan iklim mikro juga
merupakan serangkaian kerugian yang akan diderita tidak hanya oleh lingkungan
dan masyarakat sekitar, tapi banua ini juga terimbas secara umum.
Oleh karena ini,
reklamasi lah yang dianggap sebagai suatu metode/upaya yang paling efektif
untuk menekan laju kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan batubara
ini, namun reklamasi harus benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya, cetus
Ketua Umum Aliansi Jaringan Anak Kalimantan (AJAK).
Sebenarnya
sepengetahuan kami, pemerintah sudah lama mengeluarkan kebijakan mengenai
reklamasi wilayah KP ini, sejak rezim UU No.11/1967 tentang Ketentuan Pokok
Pertambangan sampai UU No.4/2009 tentang Pertambangan minerba (UU
Minerba) beserta produk hukum turunannya. Kurang lebih 46 tahun, hingga saat
ini kita juga masih bisa menerka problematika seputar reklamasi yang kian
mengkhawatirkan dan mengancam kelestarian akan sekitarnya.
Pantauan kami,
hingga kini reklamasi wilayah KP belum begitu terasa efektivitasnya dan tidak
maksimal dilakukan, karena eks tambang batubara itu sangat banyak mewariskan
lubang-lubang bagaikan danau tak berpenghuni. Hal ini apakah kurangnya
pemahaman pelaksanaan reklamasi itu sendiri atau sengaja tidak paham akan
ketentuan hukum reklamasi. Karena disini pentingnya mengedepankan kelestarian
lingkungan pasca operasi tambang itu sendiri.
Selanjutnya
Aspihani mengharapkan dengan adanya pengecekan Komisi III Bidang Pembangunan
dan Infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan ke pertambangan di Kabupaten Tanah
Bumbu, wilayah timur provinsi Kalsel dapat menjadikan sebuah perbaikan
kedepannya dalam pengelolaan lingkungan pasca pertambangan, sehingga para
pengusaha tambang tersebut bisa benar-benar memperhatikan pentingnya reklamasi
itu sendiri guna kelestarian lingkungan alam.disekitarnya. (Ali)