HABAR BANUA - JAKARTA. Mantan Bupati Tanah Laut, Adriansyah meninggalkan Gedung KPK, Jakarta,
Kamis (6/8) usai dilakukannya pemereksaan oleh penyidik KPK. Anggota Komisi IV DPR dari F-PDIP itu diperiksa dalam
dugaan kasus suap terkait perizinan tambang batubara di Tanah Laut,
Kalimantan Selatan dan dana hasil suap tersebut di akuinya buat menambah dana Kongres PDI-P di Bali.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya
menuntaskan berkas acara pemeriksaan kasus dugaan suap pengurusan Izin
Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Selatan dengan tersangka Adriansyah. Dengan demikian, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut akan segera diadili.
"Hari ini dilakukan pelimpahan terhadap tersangka Anggota Komisi IV DPR dari F-PDIP dan
berkas perkaranya ke penuntutan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan
Publikasi KPK, Priharsa, di kantornya, Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Priharsa menjelaskan, dengan naiknya perkara ini ke tahap dua, maka
sesuai undang-undang lembaganya hanya memiliki waktu 14 hari untuk
menyusun surat dakwaan dan dilimpahkan ke pangadilan.
"Dalam waktu maksimal 14 hari ke depan akan dilimpahkan ke pengadilan," kata dia.
Terungkapnya kasus dugaan suap pengurusan IUP di Kalimantan Selatan
ini berawal ketika petugas KPK melakukan tangkap tangan Adriansyah dan
anggota Polsek Menteng Briptu Agung Kristianto di Swiss-Bel Hotel Bali
pada Kamis 9 April 2015.
Dalam operasi tersebut, petugas juga mengamankan uang Rp 440 juta
dalam bentuk pecahan dolar Singapura dan rupiah yang diduga sebagai uang
suap dari seorang pengusaha bernama Andrew Hidayat untuk mengurus IUP
di Kalimantan Selatan.
Mantan bupati Tanah Laut ini dijerat KPK dengan
Pasal 12 huruf b atau pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b atau
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun
penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar