Rabu, 09 Februari 2011

Korupsi Pengadaan PLC Disdik Kaltim




Samarinda - Proses hukum dugaan korupsi proyek pengadaan PLC (Programmable Logic Controller) di Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim mengalami perkembangan. Kasus yang disidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim sejak Desember 2010 itu telah menyeret 5 orang sebagai tersangka.

Para tersangka itu, terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), panitia lelang, berikut rekanan Disdik Kaltim. Hanya, penyidik sejauh ini belum bersedia membeberkan lebih detail identitas para tersangka.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim, Risal Nurul Fitri, pekan lalu, menjelaskan, anggaran proyek ini sebesar Rp 14 miliar. Modus penyimpangan diduga kuat mark up dan ditengarai merugikan negara lebih dari Rp 6 miliar. “Jumlah kerugian negara itu baru perkiraan kami. Angka pastinya masih diaudit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan, Red.). Kasus ini produk baru kejaksaan, kami harapkan penyidikannya bisa rampung dalam waktu dekat,” kata Risal.

Proyek pengadaan alat peraga atau trainer PLC model TEDC 2A-20 ini didanai APBD Kaltim tahun 2007. Selain mark up, proyek untuk kelengkapan laboratorium bahasa tersebut juga diduga pelaksanaannya melanggar Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Diduga kuat proyek itu dilakukan dengan sistem Penunjukkan Langsung (PL) atau tanpa proses lelang terbuka.

Perusahaan yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek itu dari Bandung. Kemudian di-sub-kan ke perusahaan lain untuk mengadakan barang trainer PLC model TEDC 2A-20 sebanyak 252 unit dan alat pelengkap berupa laptop 228 unit. Rangkaian pengadaan barang itu untuk kepentingan laboratorium bahasa.

Syafruddin Pernyata yang menjabat Kepala Disdik Kaltim waktu itu, saat memenuhi panggilan kejaksaan beberapa bulan lalu mengatakan, dirinya tidak tahu kalau proyek itu tanpa tender. Dia mengaku tidak pernah memerintahkan proyek harus PL. “Terus terang saya tidak tahu kalau proyek itu penunjukan langsung. Saya tidak ada perintah. Ini saya baru tahu dari KPA-nya,” kata Syafruddin, yang sekarang menjabat kepala Perpustakaan Kaltim.

Soal penahanan, Risal menyatakan, sejauh ini pihaknya merasa belum perlu melakukan penahanan. Sepanjang para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka koperatif, tidak menghambat proses penyidikan, maka penahanan tidak dilakukan. “Itu kewenangan penyidik. Tersangka ‘kan tidak harus ditahan. Ada hal-hal yang jadi pertimbangan,” katanya. Namun, dia tak menjelaskan pertimbangan-pertimbangan dimaksud. (kri/ha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar