Senin, 22 April 2019

Advokat ini Nilai, Pemilu 2019 Paling Buruk Dalam Sejarah







BANJARMASIN. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Rakyat Dukung (GARDU) PRABOWO Propinsi Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris menilai penyelenggaraan pada Pemilu Rabu, 17 April 2019 merupakan paling buruk dalam sejarah pesta demokrasi selama ini.

"Yang jelek itu adalah sistem pemilunya dan petugasnya tidak takut dengan hukum tuhan," kata Aspihani yang merupakan dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini saat diwawancarai sejumlah wartawan usai sidang di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (22/4/2019).

Menurut tokoh aktivis dan pengacara Kalimantan ini, penyelenggaraan pemilu 2019 tersebut rentang dengan kecurangan. Pasalnya, dari petugas PPS hingga ke KPU di duga mudah bermain curang. Sebab menurutnya, Bawaslu kurang maksimal melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pesta demokrasi yang berlangsung.

"Anda lihat sendiri, money politic terjadi dimana-mana, para caleg berbagai cara dengan menghalalkan keadaan demi mendapatkan suara rakyat. Mereka itu hanya kurang iman, dan tidak begitu paham ilmu agama." ujar tokoh Advokat Muda Kalimantan Selatan ini.

Senandung nada juga, Advokat Muda lainnya, Marli memaparkan, pemilu 2019 ini merupakan pesta demokrasi paling buruk sepanjang sejarah perpolitikan di Indonesia. Pasalnya menurut Marli, banyak kontestan lainnya yang dirugikan hanya diduga petugas penyelenggara pemilu nya mudah bermain curang terbuai dengan nilai rupiah.

Hal demikian terbukti, diduga kuat banyak nya angka-angka baik hasil pileg maupun pilpres yang tidak sesuai dengan data C1 hasil yang sebenarnya. "Disaat diketahui oleh publik, KPU berdalih salah input. Jika kejadian ini berulang-ulang, apakah itu memang ke khilafan, tidak kan? Ini jelas ada unsur kesengajaan", tutur Marli, Senin (22/4/2019) saat di temui di Pengadilan Negeri Banjarmasin.

Menurut Marli, petugas penyelenggara pemilu yang curang tersebut akan mempertanggungjawabkan perbuatannya kelak di akhirat, begitu juga dengan para peserta kontestan yang bermain politik uang,

"biarlah Allah yang akan menghukum mereka nanti. Karena menyuap dan disuap keduanya dilaknat oleh Allah SWT. Terlalu murah harga diri anda, hanya dengan Rp 50ribu hingga Rp 100ribu suara anda dapat dibeli." paparnya.

Didampingi rekan-rekan advokat lainnya, Marli mengatakan, di Kalimantan Selatan, 90 persen yang mengisi kursi-kursi di parlemen di duga kuat aktor money politic.

"Masyarakat Kalsel sebagian besar dalam memilih CALEG tidak lagi melihat dari latar belakang dan ke tokohannya. Mereka melihat siapa yang memberi alias bermain money politic, itu yang mereka pilih, sekalipun latar belakang CALEG tersebut tidak begitu baik terlihat dari kaca mata zahir," tuturnya.

Pengacara Muda yang tergabung dalam organisasi advokat dari Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) Kalimantan Selatan ini mengharapkan, dalam penyelenggaran pemilu akan datang, harus ada ketegasan dan aturan hukum terhadap petugas maupun kontestan yang berbuat curang.

"kalau perlu sanksi pidana dan sanksi administrasi harus bersifat tegas dan partai politik pengusung pun harus mendapatkan sanksi jika ada kadernya yang berbuat curang. Sehingga money politic dapat di hindari dan di minalisir," ujarnya. (TIM)

Rabu, 17 April 2019

Kebohongan Lembaga Hitung Cepat Langgar Hukum dan di Pidana





BANJARMASIN. Lembaga Hitung Cepat yang dipublikasi di berbagai media merupakan sebuah Kebohongan Publik. Hasil hitung cepat yang memenangkan Jokowi-Maruf tersebut suatu jelas merupakan kebohongan publik yang nyata. Hal ini ditegaskan langsung oleh Aspihani Ideris, Ketua DPD Gerakan Rakyat Dukung Prabowo (GARDU PRABOWO) Propinsi Kalimantan Selatan, Rabu (17/4/2019) kepada sejumlah wartawan di Banjarmasin.

Dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE sebagaimana yang telah diubah oleh UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ucap Aspihani.

Dijelaskannya, pelaku penyebar kebohongan tersebut terancam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar."

Menurut Advokat Muda dari Perhimpunan Advocaten Indonesia (PAI) Kalimantan Selatan ini menegaskan, jika kebohongan lembaga survei tersebut terbukti, maka itu merupakan sebuah pelanggaran hukum. "Kalau terbukti kebohongan lembaga hitung cepat itu, jelas sanksinya dapat dipidana. Bawaslu wajib menelisik dugaan kecurangan ini, karena itu tugas mereka", ujar Aspihani.

"Logika saya tak bisa menerima, masa belum satu jam selesainya proses pencoblosan, lembaga hitung cepat sudah memastikan kemenangan paslon 01 Jokowi-Ma'ruf mengalahkan paslon 02 Prabowo-Sandi. Ini jelas indikasinya lembaga hitung cepat tersebut terkesan pesanan dari mafia politik sendiri," tegas Aspihani.

Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini menghimbau, agar publik jangan termakan pemberitaan diberbagai media, terkhusus berita di televisi yang memberitakan kemenangan paslon Jokowi-Ma'ruf, kita tunggu hasil resmi KPU dan diharapkan sambil mengawal jalannya proses penghitungan yang masih berlangsung. (red)