Foto : Relawan Prabowo - Sandi di Kalsel
Foto : 12 Bupati Se Kalsel Deklarasi
Dukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin
KALSEL. Relawan pemenangan pasangan capres dan cawapres H. Prabowo Subianto - H. Sandiaga Salahuddin Uno di Kalimantan Selatan, mengkritik keras tindakan 12 kepala daerah yang mendeklarasikan dukungan terhadap Joko Widodo - Ma'ruf Amin bertempat di Posko Tim Kampanye Daerah Kalsel Jokowi-Maruf, Sabtu (6/10/2018) Jalan Ahmad Yani kilometer 5,700, Kota Banjarmasin.
Salah satu anggota Relawan, Aspihani Ideris, mengatakan kepala daerah dilarang kampanye terbuka memenangkan kandidat capres-cawapres pada Pemilu 2019 tanpa izin cuti resmi tertulis dari atasannya.
"Kalau kepala daerah mendukung dan berkampanye memenangkan salah satu pasangan capres-cawapres itu harus cuti secara resmi dari jabatannya sebagai pejabat negara," jelas Ketua DPD Gerakan Rakyat Dukung Prabowo Kalsel ini saat di wawancarai oleh wartawan di Banjarmasin, Minggu (7/10/2018).
Didampingi rekannya sesama relawan Prabowo-Sandi, dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini mempertanyakan izin cuti resmi yang dikantongi oleh 12 kepala daerah tersebut. Bahkan ia mendesak Bawaslu Kalimantan Selatan (Kalsel) proaktif menelisik izin cuti dan kampanye kepala daerah yang terang-terangan mendukung Jokowi-Ma'ruf.
“Apakah mereka sudah mendapat persetujuan dari atasannya? Kalau gubernur harus ada izin dari Mendagri, sedangkan bupati minimal ada izin dari gubernur. Namun harus diingat izin ini harus tertulis,"ujarnya.
Menurutnya, aturan cuti kampanye bagi pejabat publik sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PP pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Selain itu, kepala daerah dapat ikut kampanye setelah mengajukan izin kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sepanjang ada izin cuti tertulis dari atasan, ia tak mempersoalkan polah 12 kepala daerah ini.
"Sah-sah saja Kepala Daerah ikut berkampanye. Namun jika ternyata izin cuti itu tidak ada, maka jelas mereka tersebut melanggar UU No 10 Tahun 2016, Pasal 70 ayat (2),” tegasnya.
Seandainya para Kepala Daerah tersebut tidak mengantongi surat cuti, maka menurut Aspihani mereka tersebut sama saja dengan melanggar Pasal 189 UU No 10 Tahun 2016, itu ada sanksi pidana dengan ancaman penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah), tegasnya mengingatkan.
"Jika UU tidak ditaati oleh penguasa, bagaimana hukum mau jadi panglima dan buat apa UU di lahirkan? Maka sangat wajar masyarakatnya saja sudah tidak peduli dengan hukum itu sendiri. Saya berharap hukum jangan sampai tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Artinya siapapun pelanggar UU harus ditindak sesuai dengan sanksi yang ada pada UU tersebut," harap Aspihani.
"Jika UU tidak ditaati oleh penguasa, bagaimana hukum mau jadi panglima dan buat apa UU di lahirkan? Maka sangat wajar masyarakatnya saja sudah tidak peduli dengan hukum itu sendiri. Saya berharap hukum jangan sampai tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Artinya siapapun pelanggar UU harus ditindak sesuai dengan sanksi yang ada pada UU tersebut," harap Aspihani.
Mereka itu para kepala daerah, Insya Allah mereka bisa memberikan contoh dan tauladan yang baik terhadap masyarakat dengan mentaati hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, celutus aktifis yang sering melaksanakan aksi demo besar ini.
"Mengantungi izin cuti dari atasannya sama halnya mereka itu mencontohkan sebagai warga negara yang baik dan taat hukum. Jika mereka tidak mengantungi izin cuti, sama saja mereka itu memberikan pembelajaran buruk terhadap masyarakat dengan melanggar UU yang berlaku di NKRI ini,” ucap Aspihani. (TIM)