HABAR BANUA KALSEL. Pembebasan ganti rugi lahan di bantaran Sungai Kelayan, Kota Banjarmasin,
ternyata tak berjalan mulus sebagaimana mestinya. Buktinya, ada
beberapa warga yang keberatan dengan program revitalisasi sungai yang
dicanangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin, ketika pembebasan lahan itu yang ditangani Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman itu dianggap tak sesuai ketentuan.
Lahan yang dibebaskan atas nama Haji Riduan Darman dengan penerima
HIBAH Ernawati (45 tahun), warga Handil Birayang RT 005 RW 003 Kecamatan
Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut,
Propinsi Kalimantan Selatan merasa keberatan dengan tidak dibayarnya
ganti rugi atas tanah yang dikuasainya puluhan tahun. Lahan yang
dimaksud terletak di samping bantaran Sungai Teluk Kelayan dengan alamat
di Jalan Teluk Kelayan Gang Nurul Iman RT 004 RW 001 Kelurahan Kelayan
Barat, Banjarmasin Selatan. Padahal seharusnya hari ini pihak penerima
Ernawati mendapat uang ganti rugi Rp102 juta, namun yang dibayar hanya
bangunan Rp 34 juta, itupun diterima langsung oleh penggadai, bukan kami
sebagai pemilik.
Atas hal tersebut, Aspihani Ideris selaku kuasa hukum
Ernawati merasa keberatan atas tidak dibayarnya dana tersebut, dengan
alasan uang ganti ruginya akan dititipkan di Pengadilan Negeri (PN)
Banjarmasin. “Kita merasa terbodohi, kami hadir di bank KALSEL
hari ini ternyata tanah kami tidak dibayarkan oleh pihak pemko, alasan
mereka karena surat kepemilikan yang kami miliki hanya berupa surat
hibah yang ditulis diatas segel tahun 1994,” kata alumnus magister
UNISMA ini kepada awak media HABAR BANUA KALSEL, Rabu (26/4).
Menurut Aspihani, memang rumah itu sudah tergadai terhadap pihak pak
Zailani, dan sangat aneh malahan pihak pemko malahan membayarkan ganti
ruginya atas bangunan rumah tersebut ke bapak Zailani (80 tahun) yang
menggadai rumah tersebut, “dia menerima uang Rp34 juta dari ganti rugi
rumah milik kami dengan berbekal surat gadai. Apakah ini dibenarkan
secara hukum? Jika yang menyerahkan dana tersebut orang terdidik pasti mengerti bahwa menyerahkan uang ganti rugi keorang yang bukan berhak itu bermasalah hukum pidana dan jelas melanggar ketentuan KUHP. Namun kita maunya jalan yang terbaik bagaimana penyelesainnya agar jangan sampai permasalahan ini mengarah keranah hukum. Memang, ada kesepakan bersama, jika dana yang dikucurkan
dibagi dua yakni Zailani dan Ernawati, namun seharusnya pihak kami yang
menerimanya dulu, baru kita atur sebagaimana kesepakatan yang dibuat,”
kata Aspihani Ideris kepada wartawan, saat memantau proses pembayaran
ganti rugi di Bank Kalsel, Rabu (26/4/2017).
Berbicara masalah aturan,menurut magister hukum alumnus Unisma Malang
ini, seandainya tanah dan bangunannya itu bermasalah, baru bisa
dititipkan uang ganti ruginya di Pengadilan, namun kami merasa
permasalahan sudah selesai disaat adanya mediasi dikantor lurah seminggu
yang lewat dan disana dibuatkan surat damai kesepakatan bersama
pembagian dari hasil ganti rugi itu antara kedua belah pihak, buat
apalagi ke Pengadilan.
Aspihani memastikan jika tak beres, pihaknya berencana menggugat
Pemkot Banjarmasin karena tidak dibayarnya uang ganti senilai Rp 102
juta. Ini mengingat ada surat pernyataan hibah di atas segel kepemilikan
lahan dan rumah tahun 1994, dengan di tanda tangan beberapa saksi serta
penerima hibah Ernawati diantaranya Ketua RT dizamannya. Selain itupula Aspihani memaparkan bahwa, dia merasa pihak Pemko
Banjarmasin dalam menentukan harga ganti rugi saja secara sepihak tanpa
pernah ada musyawarah dengan pihak kami, mungkin juga terhadap pihak
lainpun tidak ada koordinasi juga, ujarnya.
“Kami beranggapan surat hibah kami sah secara hukum, dan juga
merupakan bagian alat bukti kepemilikan walaupun bukan sertifikat,
sebab, suatu akta otentik ialah merupakan tulisan yang sengaja dibuat
untuk dijadikan alat bukti. Dalam hukum acara perdata, terutama Pasal
138, 165, 167 HIR, Pasal 1868 KUH Perdata ditegaskan bahwa alat bukti
yang sah atau yang diakui oleh hukum terdiri atas: bukti tulisan, bukti
dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah,”. Selain itupula rumah danm tanah tersebut sudah lebih dari 20 tahun dikuasai oleh Ernawati, informasi yang kami dapatkan sejak kecil Ernawati sudah tinggal di rumah tersebut, jadi sangat wajar yang bersangkutan mendapatkan ganti rugi dari pihak pemerintah kota dalam program pengadaan tanah buat pembuatan siring kota ini,
imbuhnya.
Dipaparkannya bahwa sangat jelas tercantum dalam PP No. 24 Th. 1997 Pasal 24 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa seseorang yang telah menguasai fisik tanah negara itu selama 20 (dua puluh) tahun
atau lebih secara berturut-turut, apalagi penguasaan itu diperkuat oleh
kesaksian orang yang dapat dipercaya dengan itikad baik serta tidak
dipermasalahkan oleh masyarakat atau pihak lainnya, maka yang
bersangkutan jelas sudah berhak atas tanah itu dan juga berhak untuk meningkatkan suratnya menjadi sertifikat hak milik. (abduh)