Jumat, 09 Desember 2011

Budaya Korupsi di NKRI

Oleh Aspihani Ideris (Direktur LSM Aliansi Pengawas Korupsi "APEK")

HABAR BANUA. Korupsi sesungguhnya merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang sudah hampir menjadi budaya bagi pejabat yang memiliki kesempatan untuk berbuat dan seakan-akan sudah mendarah daging, bahkan tidak hanya bagi pejabat publik, tapi juga bagi seluruh kalangan masyarakat. Korupsi adalah dehumanisasi yang nyata-nyata telah merusak peradaban kita.

Pejabat di negeri kita ini sudah tidak merasa malu dengan tindakan yang jelas-jelas melanggar hokum ini, yang sepatutnya mereka pelaku korupsi tersebut patut dihukum yang setimpal. Akan tetapi sangat disayangkan aparat hukumnya sekalipun seakan-akan tutup mata menghadapi permasalahan ini. Bagaimana mereka bisa membabat korupsi ini, wong mereka sendiri juga termasuk dalam lingkaran actor korupsi itu?

Dengan cara apa lagi korupsi mesti dibasmi. Vaksin kebal antikorupsi entah ke mana lagi mesti kita cari. Komisi, lembaga, dan satgas yang silih berganti kita dirikan, peraturan yang silih berganti kita undangkan, dan konvensi yang acapkali kita ratifikasi, pun seakan lumpuh tak berdaya, terlihat bodoh di hadapan virus korupsi.

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.

Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

* perbuatan melawan hukum;
* penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
* memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
* merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

* memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
* penggelapan dalam jabatan;
* pemerasan dalam jabatan;
* ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
* menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Korupsi yang secara etimologis berakar dari corruption (Inggris), korruptie (Belanda), atau corrumpere (Latin), mengandung arti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, penyuapan, penggelapan, telah sukses mencandui negeri ini.

Secara hiperbolik, meminjam istilah Jawa, korupsi telah menjadi ”sangganing langit pakuning bumi” (penyangga langit dan pasak bumi) yang menopang tegak eksistensi republik ini. Korupsi terjadi kapan saja, di mana saja, menjadi urat nadi negeri ini. Sedangkan kita seolah tak berdaya, bahkan menjelang putus asa menghadapi gempita gurita korupsi.

Kita ingat dulu slogan dari salah satu LSM yang ada di Kalimantan, yaitu LSM Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) ketika melakukan orasinya sewaktu memperingati hari anti korupsi, yang berbunyi :
“PEJABAT BERSIH, PEJABAT YANG JUJUR DAN ADIL, MASYARAKAT PASTI MAKMUR”.

Jika slogan ini benar-benar selalu tercermin di para pejabat-pejabat publik di negeri kita ini, maka merupakan sebuah langkah kedamaian bagi negeri kita yang kita cintai ini (NKRI).

Ratusan Masa LSM Kalsel Berdemo di Kejati Kalsel di Hari Anti Korupsi Sedunia

HABAR BANUA - BANJARMASIN. Pada tanggal 31 Oktober 2003, Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan  Konvensi PBB  melawan  Korupsi  (UNCAC) dan meminta segera mungkin Sekretaris Jenderal menunjuk Kantor PBB untuk masalah Obat-obatan Terlarang dan Kejahatan (UNODC) sebagai sekretariat untuk Konferensi Konvensi Negara-Negara Pihak. Pada tanggal 31 Oktober 2003 tersebut pula, Majelis PBB menetapkan pada tanggal 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Internasional (Sedunia), penetapan ini guna meningkatkan kesadaran terhadap anti korupsi  dan peran UNCAC dalam memerangi dan mencegah korupsi. UNCAC mulai berlaku pada bulan Desember 2005 dan Indonesia telah meratifikasi UNCAC pada tahun 2006.
Tepat dihari Jum`at (9/12) hari Anti Korupsi Internasional atau hari Anti Korupsi Sedunia LSM LEKEM Kalimantan melaksanakan Aksi Demo Damai yang berlangsung selama sekitar 3 jam lebih dihalaman kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan yang dimualai dari jam 08:09 Wita sampai sekitar jam 11:15 Wita dengan tuntutan meminta Kejati Kalsel benar-benar menindak dengan tegas dan serius kasus-kasus korupsi yang terjadi di Kalimantan Selatan. Yel... Yel... seruan berantas korupsi bergemuruh diucapkan bersama-sama ratusan peserta demo ini dihalaman Kejati ini.
Pantauan media ini bahwa pelaksanaan aksi demo tersebut cukup unik, yaitu para aktifis LEKEM Kalimantan ini banyak yang mengenakan pakaian wanita dan dengan gaya jalannyapun berlengguk-lengguk bak lebai begitu sambil menarik-narik seekor binatang Kambing.
Menurut Aspihani Ideris SH MH koordinator aksi demo ini menyampaikan dalam orasinya bahwa, aksi ini dilakukan beramai-ramai memakai pakaian wanita adalah sebagai bentuk mencirikan penegakan hukum di Kalsel ini terkesan lamban dan lunglai serta terkesan jalan ditempat, ujarnya.
Selain itu pula menurut Aspihani Ideris, para laki-laki berpakaian wanita ini berjalan berlengguk-lengguk sambil menarik seekor Kambing mencerminkan para penegak hukum di Kalimantan Selatan ini selalu terkesan menutup-nutupi seseorang pejabat daerah dan swasta yang telah melakukan tindakan korupsi, dan mereka itu para penegak hukum ini menurut Aspihani seakan-akan tidak mengerti dengan penegakan hukum yang sebenarnya, padahal mereka mengetahuinya, karena tindakan penelidikan dan penyidikan korupsi sudah terdinding dengan besaran helaian rupiah, pungkas aktifis yang gencar melakukan aksi demo ini.
Lebih lanjut Aspihani Ideris yang juga Direktur Eksekutif LEKEM Kalimantan serta Ketua Aliansi Pengawas Korupsi (APEK) Kalimantan Selatan dengan lantang menyampaikan bahwa saat ini malahan di instansi penegak hukumpun cendrung paling banyak melakukan tindakan korupsi itu sendiri, seperti pihak kepolisian kita lihat sudah tidak menjadi rahasia umum membekingi para Penambang Tanpa Ijin alias PETI dengan istilah koordinasi KP-4 Kapolsek-Kapolres-Kapolda dan Kapolri, bahkan mereka sudah ikut terjun di PETI itu sendiri. Nah seharusnya para penegak hukum ini memberikan contoh yang baik, bukannya bertindak sebaliknya seperti ini, imbuhnya dengan nada keras.
Kita berharap pihak penegak hukum itu jangan bermain api melawan penegakan hukum itu sendiri, ingat anda-anda adalah petugas penegak hukum, jangan memberikan contoh yang tidak terpuji dan jangan sampai di CAP oleh masyarakat Maling teriak Maling, ujar Aspihani seraya menutup orasinya.
Selanjutnya orasi dilanjutkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal LEKEM Kalimantan Muhammad Rafik, SH.I yang juga Ketua Umum Barisan Masyarakat Penegak Reformasi (BAMPER) Kalimantan Selatan dengan nyaring menyuarakan bahwa Penegak hukum di Kalsel ini sudah di tunggangi para aktor-aktor intelektual, sehingga hukum itu sudah jalan ditempat.
Oleh karena itu di hari Anti Korupsi Internasional ini kami harap para penegak hukum di Bumi Lambung Mangkurat harus bisa bercermin dengan keadaan saat ini agar bisa memperbaiki keadaan dengan melaksanakan tugas kenegaraan dengan benar, bijaksana dan transparan sesuai per Undang-undanag yang berlaku di NKRI, ujar Rafik. 
Diketahui oleh media ini para pendemo selesai menyampaikan orasi di halaman Kejati Kalsel, 10 orang para perwakilan demo dipersilahkan berdealog di ruang rapat Kejati Kalsel lantai II dengan para petinggi pejabat Kejati kurang lebih selama satu jam.
Para pendemo pada saat berdealog di ruang rapat Kejati Kalsel menyerahkan 5 (lima) buah dokument kasus dugaan korupsi di instansi pemerintah hasil temuan investigasi LSM LEKEM Kalimantan, diantara kasus yang disampaikan para pendemo adalah kasus Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Tanah Laut Muhammad Ilyas tentang kasus dugaan gratifikasi dalam rekomendasi penerbitan Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) yang diberikan oleh para pengusaha pertambangan di Tanah Laut dan pencucian uang sebesar Rp 2 Milliar pada tahun 2008, Kasus Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kotabaru Ardian Noor terkait dugaan korupsi pembangunan jalan didaerah Jalan Berangas Sungai Limau Karang Sari Indah Kabupaten Kotabaru sebesar Rp.3,4 Millyar, Kasus dugaan penyelewengan dana Bansos di Kesra Provinsi Kalsel, Kasus dugaan Korupsi di Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin dan Kasus Dugaan Penggelapan dan Korupsi Dana ASPERA Kalimantan Selatan dengan jumlah puluhan Millyar Rupiah. (TIM)